Ibarat sereal atau sup yang membutuhkan wadah agar
bisa dimakan, sekumpulan masyarakat membutuhkan sebuah wadah agar bisa
berkumpul untuk memenuhi kebutuhan naluri sebagai makhluk sosial. Namun, dalam
membuat suatu ‘wadah’ untuk berkumpul dan bersosialisasi, sekumpulan masyarakat
tersebut membutuhkan aturan yang mengikat agar mereka mampu bersosialisasi dengan
aman, nyaman, dan tentram. Hanya saja, agar aturan tersebut tetap mampu tegak
berdiri, dibutuhkan penguasa dan para pengadil untuk mengadili orang-orang yang
melanggar aturan. Penguasa tersebut yang selanjutnya dalam lingkup negara disebut
pemerintah, dan tugasnya adalah menjalankan pemerintahan.
Di antara hal-hal tersebut, terdapat suatu hal yang sangat penting. Ya. Bagaimana sekumpulan masyarakat tersebut bisa membuat ‘wadah’ untuk mereka tanpa memiliki wilayah? Tentu saja wilayah adalah sebuah unsur terpenting dalam membentuk sebuah perkumpulan sosial yang selanjutnya disebut negara.
Menurut Prof. R. Djokosoetono, negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama. Namun, beliau tidak menyebutkan kata-kata yang mengacu kepada ‘wilayah’. Akhirnya, selanjutnya menurut Prof. Mr. Soenarko, negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan. Daerah itulah yang dimaksud sebagai wilayah. Segala unsur dalam negara seperti sekumpulan masyarakat yang telah disebutkan sebelumnya, aturan yang sifatnya mengikat dan dijalankan oleh penguasa, dan wilayah harus dijaga dengan semestinya karena kekuasaan negara adalah sebuah kedaulatan.
Saat ini, ramai desas-desus bahwa sebentar lagi akan dilangsungkan perang dunia ketiga sejak kematian Jenderal Qasem Soleimani, seorang perwira senior asal Iran. Perseteruan yang melibatkan AS dan Iran ini menunjukkan bahwa bagaimana kedaulatan adalah suatu hal yang penting di dalam kekuasaan negara, dan bagaimana masing-masing dari kedua negara tersebut mengusahakan pertahanan untuk dapat menjaga kemungkinan serangan dari ‘musuh’. Lalu, bagaimana dengan pertahanan di Indonesia sendiri dalam menjaga kedaulatan?
Pelanggaran kedaulatan RI di Laut China Selatan oleh kapal nelayan China yang dilindung kapal penjaga keamanan China, merupakan persoalan yang perlu dianggap serius oleh seluruh komponen bangsa di negeri ini. Menurut Yusa Djuyandi dalam Media Indonesia (2020), upaya intervensi yang dilakukan kapal laut keamanan China terhadap kapal patroli Indonesia yang menangkap kapal nelayan China, merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan secara hukum laut internasional (Unclos).
Adapun kemudian aksi protes dan peringatan yang dilayangkan pemerintah Indonesia kepada Kedutaan Besar China dapat dinilai sebagai sebuah langkah politik yang tegas dalam upaya penegakan kedaulatan negara. Hal tersebut adalah contoh bahwa kedaulatan juga merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam hakikat berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu sebagai negara yang sudah berdaulat, Indonesia tidak bisa ‘dijajah’ lagi seperti dahulu dan mampu membela bangsa sendiri. Sebab, bangsa adalah satu jiwa yang melekat pada sekelompok manusia yang merasa dirinya bersatu karena mempunyai nasib dan penderitaan yang sama pada masa lampau dan mempunyai cita-cita yang sama tentang masa depan (Ernest Renan, dalam pidatonya di Universitas Sorbone Paris 11 Maret 1882).
Di antara hal-hal tersebut, terdapat suatu hal yang sangat penting. Ya. Bagaimana sekumpulan masyarakat tersebut bisa membuat ‘wadah’ untuk mereka tanpa memiliki wilayah? Tentu saja wilayah adalah sebuah unsur terpenting dalam membentuk sebuah perkumpulan sosial yang selanjutnya disebut negara.
Menurut Prof. R. Djokosoetono, negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama. Namun, beliau tidak menyebutkan kata-kata yang mengacu kepada ‘wilayah’. Akhirnya, selanjutnya menurut Prof. Mr. Soenarko, negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan. Daerah itulah yang dimaksud sebagai wilayah. Segala unsur dalam negara seperti sekumpulan masyarakat yang telah disebutkan sebelumnya, aturan yang sifatnya mengikat dan dijalankan oleh penguasa, dan wilayah harus dijaga dengan semestinya karena kekuasaan negara adalah sebuah kedaulatan.
Saat ini, ramai desas-desus bahwa sebentar lagi akan dilangsungkan perang dunia ketiga sejak kematian Jenderal Qasem Soleimani, seorang perwira senior asal Iran. Perseteruan yang melibatkan AS dan Iran ini menunjukkan bahwa bagaimana kedaulatan adalah suatu hal yang penting di dalam kekuasaan negara, dan bagaimana masing-masing dari kedua negara tersebut mengusahakan pertahanan untuk dapat menjaga kemungkinan serangan dari ‘musuh’. Lalu, bagaimana dengan pertahanan di Indonesia sendiri dalam menjaga kedaulatan?
Pelanggaran kedaulatan RI di Laut China Selatan oleh kapal nelayan China yang dilindung kapal penjaga keamanan China, merupakan persoalan yang perlu dianggap serius oleh seluruh komponen bangsa di negeri ini. Menurut Yusa Djuyandi dalam Media Indonesia (2020), upaya intervensi yang dilakukan kapal laut keamanan China terhadap kapal patroli Indonesia yang menangkap kapal nelayan China, merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan secara hukum laut internasional (Unclos).
Adapun kemudian aksi protes dan peringatan yang dilayangkan pemerintah Indonesia kepada Kedutaan Besar China dapat dinilai sebagai sebuah langkah politik yang tegas dalam upaya penegakan kedaulatan negara. Hal tersebut adalah contoh bahwa kedaulatan juga merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam hakikat berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu sebagai negara yang sudah berdaulat, Indonesia tidak bisa ‘dijajah’ lagi seperti dahulu dan mampu membela bangsa sendiri. Sebab, bangsa adalah satu jiwa yang melekat pada sekelompok manusia yang merasa dirinya bersatu karena mempunyai nasib dan penderitaan yang sama pada masa lampau dan mempunyai cita-cita yang sama tentang masa depan (Ernest Renan, dalam pidatonya di Universitas Sorbone Paris 11 Maret 1882).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar