“Dek, bangun.”
Dengan berat, aku membuka mata. Seorang pelayan restoran
menungguku dengan raut wajah sungkan.
“Eum, maaf Dek,” katanya. “Tadi, adek ketiduran di atas
trotoar, tepat di depan restoran ini. Jadinya saya bawa ke sini sama
temen-temen saya.”
Seketika, aku terlonjak.
“Serius, Mbak? Sekarang jam bera—"
Pertanyaanku pun dipotong tiba-tiba oleh sekelompok pelayan
perempuan dan seorang kasir wanita yang berteriak di depan televisi dekat meja
kasir. Rupanya, tayangan televisi itu menampilkan wajah Lamda yang tengah
diwawancarai di salah satu acara talkshow.
“Eum, baru
jam tujuh lewat lima, sih. Adek emangnya boleh keluar malem-malem sendirian?”
“Enggak apa-apa, soalnya rumah saya deket sini—“
“YAK MAS LAMDA!”
“BERISIK BANGET, SIH!” teriak pelayan yang berdiri di
dekatku, sudah gerah dengan kelakuan norak teman-temannya. Sementara itu,
mulutku tanpa sadar menggumamkan nama Lamda. Sontak pelayan itu menoleh ke
arahku, senyum tersungging di wajahnya.
“Wah, si Adek penggemar Mas Lamda juga, toh?” tanyanya.
Perlahan aku menyunggingkan senyum sopan, kemudian
bangkit dari kursi dan berjalan meninggalkan mbak pelayan restoran itu. Namun,
langkahku terhenti dan aku membalikkan badan ke arahnya untuk menjawab
pertanyaannya tadi. Bagiku, pertanyaan itu penting. Sangat penting untuk
memastikan bahwa aku sudah berhenti untuk terlalu mencintai Lamda atau belum.
“Enggak juga, sih, Mbak.”
Setelah mengatakan hal itu, aku pamit dan meninggalkan
restoran yang ternyata adalah tempat aku dan Lamda makan bersama di dalam
mimpi.
Saat aku keluar, aku menemukan pemandangan yang sama. Orang-orang
yang berjalan bersama-sama di atas trotoar, berbagai kendaraan yang melaju di
jalan, cahaya lampu yang mengisi sudut setiap toko, lampu-lampu jalan yang
disusun berderet untuk menerangi jalan dan trotoar, serta langit bertabur
bintang yang mengelilingi cahaya rembulan. Namun, aku merasa ada yang berubah
dari dalam diriku. Aku merasa, kelak aku akan melupakan Lamda seiring aku
tumbuh dewasa. Aku akan menertawakan diriku sendiri yang terlalu mencintai
Lamda, padahal rasa cinta ini akan kembali kepada yang pantas menerimanya.
Aku adalah Sonia, dan hidupku adalah aku serta hal-hal
paling berharga yang ada di sekitarku. Keluargaku, teman-temanku, guru-guruku
di sekolah. Bahkan ketika mereka tak bisa membuatku berharga, aku masih punya
penciptaku. Yang jelas, aku akan lebih mencintai diriku sendiri dan tidak akan
menyiksa diriku lagi.
Karena bintang jatuh telah memberiku pelajaran yang
berharga.
Apapun yang
kuinginkan, belum tentu baik untukku. Apapun yang kucintai, itu akan membuat
hatiku kosong bila ia menutup kedua telingaku dan menggelapkan pandanganku.
Malam ini,
aku mencintai Lamda untuk terakhir kalinya.
--**--**--
THE END
Find me on Wattpad : kataihitam ;)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar