Minggu, 16 September 2018

Cerpen | Saat Bintang Terjatuh (bagian terakhir)



“Dek, bangun.”
Dengan berat, aku membuka mata. Seorang pelayan restoran menungguku dengan raut wajah sungkan.
“Eum, maaf Dek,” katanya. “Tadi, adek ketiduran di atas trotoar, tepat di depan restoran ini. Jadinya saya bawa ke sini sama temen-temen saya.”
Seketika, aku terlonjak.
“Serius, Mbak? Sekarang jam bera—"
Pertanyaanku pun dipotong tiba-tiba oleh sekelompok pelayan perempuan dan seorang kasir wanita yang berteriak di depan televisi dekat meja kasir. Rupanya, tayangan televisi itu menampilkan wajah Lamda yang tengah diwawancarai di salah satu acara talkshow.
“Eum, baru jam tujuh lewat lima, sih. Adek emangnya boleh keluar malem-malem sendirian?”
“Enggak apa-apa, soalnya rumah saya deket sini—“
“YAK MAS LAMDA!”
“BERISIK BANGET, SIH!” teriak pelayan yang berdiri di dekatku, sudah gerah dengan kelakuan norak teman-temannya. Sementara itu, mulutku tanpa sadar menggumamkan nama Lamda. Sontak pelayan itu menoleh ke arahku, senyum tersungging di wajahnya.
“Wah, si Adek penggemar Mas Lamda juga, toh?” tanyanya.
Perlahan aku menyunggingkan senyum sopan, kemudian bangkit dari kursi dan berjalan meninggalkan mbak pelayan restoran itu. Namun, langkahku terhenti dan aku membalikkan badan ke arahnya untuk menjawab pertanyaannya tadi. Bagiku, pertanyaan itu penting. Sangat penting untuk memastikan bahwa aku sudah berhenti untuk terlalu mencintai Lamda atau belum.
“Enggak juga, sih, Mbak.”
Setelah mengatakan hal itu, aku pamit dan meninggalkan restoran yang ternyata adalah tempat aku dan Lamda makan bersama di dalam mimpi.
Saat aku keluar, aku menemukan pemandangan yang sama. Orang-orang yang berjalan bersama-sama di atas trotoar, berbagai kendaraan yang melaju di jalan, cahaya lampu yang mengisi sudut setiap toko, lampu-lampu jalan yang disusun berderet untuk menerangi jalan dan trotoar, serta langit bertabur bintang yang mengelilingi cahaya rembulan. Namun, aku merasa ada yang berubah dari dalam diriku. Aku merasa, kelak aku akan melupakan Lamda seiring aku tumbuh dewasa. Aku akan menertawakan diriku sendiri yang terlalu mencintai Lamda, padahal rasa cinta ini akan kembali kepada yang pantas menerimanya.
Aku adalah Sonia, dan hidupku adalah aku serta hal-hal paling berharga yang ada di sekitarku. Keluargaku, teman-temanku, guru-guruku di sekolah. Bahkan ketika mereka tak bisa membuatku berharga, aku masih punya penciptaku. Yang jelas, aku akan lebih mencintai diriku sendiri dan tidak akan menyiksa diriku lagi.
Karena bintang jatuh telah memberiku pelajaran yang berharga.
Apapun yang kuinginkan, belum tentu baik untukku. Apapun yang kucintai, itu akan membuat hatiku kosong bila ia menutup kedua telingaku dan menggelapkan pandanganku.
Malam ini, aku mencintai Lamda untuk terakhir kalinya.
--**--**--


THE END
Find me on Wattpad : kataihitam ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Esai Part 2 | Identitas Nasional